Semua orang di desaku membicarakannya, ia adalah seorang perempuan anak kepala desa. Ia anak perempuan satu-satunya kepala desa yang melanjutkan sekolah hingga ke perguruan tinggi. Sedangkan tiga kakak perempuaanya hanya cukup tamat bangku SMP. Tak tanggung-tanggung ia melanjutkan pendidikan ke kota Jakarta. Sebuah kota yang sangat jauh dari desa kami yang berada di Jawa timur. Di desaku, saat itu yang melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi hanyalah kaum laki-laki. Untuk kaum perempuan bisa dihitung dengan jari.
Aku masih cukup ingat ketika ia bersikeras untuk melanjutkan pendidikannya. Terjadi pertengkaran hebat antara ia dan bapaknya. Aku dan teman-teman yang saat itu belajar ngaji di rumahnya merasa ketakutan. Anak-anak usia SD sepertiku saat sore biasa mengaji di rumah pak Karto dan anak-anak perempuan pak Karto yang mengajarinya.
"Buat apa sekolah tinggi? Kamu itu perempuan?," suara pak Karto terdengar keras.
"Aku ingin menambah ilmu pak," jawab mbak Mirna pelan.
"Ilmu apa? Perempuan itu kalau sudah bisa masak berarti ilmunya udah cukup gak perlu ditambah lagi?," pak Karto melanjutkan kata-katanya.
"Aku ingin menjadi pandai Pak bukan hanya sekedar masak tapi aku juga ingin agar bisa bermanfaat bagi orang lain," jawab mbak Mirna dengan suara memohon.
"Omong apa kamu!" kata pak Karto sambil menggebrak meja dengan keras
Aku dan temanku diam terpaku menyaksikan hal tersebut dan mbak Mirna diam tak mengeluarkan sepatah katapun setelah bapaknya menggebrak meja. Melihat kami yang ketakutan mbak Mirna segera menyuruh kami pulang, biasanya kami sholat isya dulu baru pulang tapi kali ini keadaan tidak memungkinkan.
Setelah pertengkaran tersebut mbak Mirna tetap bersikukuh untuk berangkat kuliah ke Jakarta. Aku dan teman- temanku turut mengantarkan kepergian hingga ke jalan raya. Saat itu hanya ibunya yang mengantar sedangkan Pak Karto tidak kelihatan orangnya. Entahlah, mungkin masih marah sama mbak Mirna. Tapi aku mendengar percakapan mbak Mirna dengan ibunya ternyata Pak Karto menyetujui mbak Mirna kuliah tapi dengan syarat tidak boleh pulang selama kuliah dan harus mampu menunjukkan keberhasilannya.
******
Empat tahun berlalu dan mbak Mirna pulang ke desaku. Menjelang sore hari seperti biasanya kami pergi ke rumah pak Karto untuk mengaji sekaligus ingin bertemu dengan mbak Mirna. Senang rasanya aku bisa bertemu dengannya agi. Ternyata mbak Mirna banyak membawa buku-buku buatku dan teman-temanku. Akupun berebutan ingin mendapatkan buku-buku tersebut. Saat keriuhan berebut buku tiba-tiba terdengar suara pak Karto.
"Buat apa buku? Katanya mau menunjukkan keberhasilan? Mana buktinya?" Ucap pak Karto seolah-olah menyindir mbak Mirna.
"Pak, saya ingin menunjukkan keberhasilan saya disini pak! Kalau di tempat lain bapak tidak akan percaya?" jawab mbak Mirna penuh keyakinan.
"Alah! Alasan kamu aja!" balas pak Karto
"Benar bapak! Tolong Mirna kasih waktu!" jawab mbak Mirna lagi.
"Ya tunjukkan secepatnya jangan lama-lama," kata pak Karto sambil berlalu meninggalkan kami yang asyik berebut buku.
*****
Keesokan harinya mbak Mirna menemuiku, ia memintaku untuk menjadi penjaga taman bacaan. Ternyata mbak mirna membawa buku yang banyak itu untuk di buat taman bacaan. Menurut mbak Mirna untuk merubah pola pikir terkadang nasehat saja tidak cukup. Memberikan bacaan yang baik juga merupakan salah satu cara untuk merubah pola pikir. Akupun hanya manggut-manggut mendengar kata-kata mbak Mirna.
Siang hari selepas salat duhur aku segera bergegas ke rumah mbak Mirna. Hari pertama buka taman bacaan masih sepi hanya lima anak yang datang. Hal tersebut berlangsung hingga satu bulan. Mbak Mirna menasehatiku agar bersabar, katanya menanam kebaikan hasilnya memang tidak instan, tapi dikesabaran itulah letak kenikmatan dari usaha kita. Kata-kata mbak Mirna membuatku bersemangat lagi untuk terus jadi penjaga taman bacaan. Hingga akhirnya tiga bulan kemudian hampir seluruh anak di desaku berkunjung ke taman bacaan.
Tidak hanya mendirikan taman bacaan mbak Mirna juga mengumpulkan para pemuda desa untuk membentuk Karang Taruna. Kini pemuda di desaku yang awalnya hanya nongkrong-nongkrong saja memiliki banyak kegiatan positif. Mulai dari kegiatan sepak bola,, bulu tangkis, hingga kewirausahaan. Bahkan saat perayaan tujuh belas Agustus kegiatan di desaku semarak sekali berkat adanya Karang Taruna yang dibentuk oleh mbak Mirna.
Pak Karto tersenyum bangga melihat semua yang dilakukan oleh anak perempuannya. Mbak Mirna telah melunasi janji pada bapaknya.
*******
Hari ini tanggal 21 April aku mendapatkan penghargaan sebagai perempuan inspiratif dari sebuah yayasan pemberdayaan perempuan. Bagiku, yang layak mendapatkan penghargaan ini adalah mbak Mirna. Berkat dialah aku bisa seperti sekarang. Ia telah telah menginspirasiku untuk menunjukkan pada dunia bahwa perempuan mampu memiliki peran dalam masyarakat dan mampu menjadi penggerak. Tekadku saat ini adalah melahirkan mirna-mirna baru.

Komentar
Posting Komentar